World Book Day
Hello
guys! How are you, today? I hope you’re all fine there..
Okay,
what’s up on this month?! Let’s Check it Out!!
World Book Day yang dirancang oleh UNESCO adalah sebuah perayaan buku dan literasi yang diadakan setiap tahun di seluruh dunia. Indonesia pertama kali melaksanakannya di tahun 2006 dengan prakarsa Forum Indonesia Membaca yang didukung oleh berbagai pihak, baik itu pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas dan masyarakat umum. Pada awalnya adalah bagian dari perayaan Hari Saint George di wilayah Katalonia sejak abad pertengahan dimana para pria memberikan mawar kepada kekasihnya. Namun sejak tahun 1923 para pedagang buku memengaruhi tradisi ini untuk menghormati Miguel de Cervantes, seorang pengarang yang meninggal dunia pada 23 April.
Karena itu, sejak tahun 1925 para perempuan memberikan sebuah
buku sebagai pengganti mawar yang diterimanya. Pada masa itu lebih dari 400.000
buku terjual dan ditukarkan dengan 4 juta mawar. Pada tahun 1995, Konferensi Umum
UNESCO di Paris memutuskan tanggal 23 April sebagai World Book Day berdasar keberadaan Festival Katalonia serta pada tanggal
tersebut, Shakespeare, Cervantes, Inca Garcilaso de la Vega dan Josep Pla meninggal
dunia sedangkan, Maurice Druon, Vladimir Nabokov, Manuel Mejía Vallejo and
Halldór Laxness dilahirkan. Walaupun pada kasus Shakespeare dan Cervantes ada sedikit
perbedaan karena masing–masing meninggal dihitung dengan sistem kalender yang
berbeda dimana pada masa itu Inggris masih mempergunakan sistem Kalender Julian
sedangkan Katalonia mempergunakan sistem Kalender Gregorian. Perayaan ini merupakan
bentuk penghargaan dan kemitraan antara pengarang, penerbit, distributor,
organisasi perbukuan serta komunitas–komunitas yang semuanya bekerjasama mempromosikan
buku dan literasi sebagai bentuk pengayaan diri dan meningkatkan nilai–nilai sosial
budaya kemanusiaan.
Secara umum, tujuan diselenggarakannya World Book Day sebagai sebuah world
event adalah untuk menyemangati masyarakat, terutama kalangan anak–anak untuk
mengeksplorasi manfaat dan kesenangan yang bisa didapat dari buku dan membaca.
Acara–acara yang mengangkat dunia literasi sudah diselenggarakan di Indonesia,
diantaranya ada ‘Hari Buku Nasional’, ‘Hari Kunjungan Perpustakaan’ sampai berbagai
pameran dan bazar buku (book fair) di
tingkat local maupun nasional.
Refleksi
Hari BukuSedunia
Setiap tanggal 23 April diperingati sebagai hari buku sedunia.
Hal ini memberi makna bahwa buku sedemikian penting bagi hidup dan kehidupan manusia.
Buku merupakan jantung hidup dan kehidupan manusia. Buku adalah teman,
sahabat, dan fakta yang tak pernah berdusta. Ia menginformasikan apa adanya. Ia
selalu setia menemani kita dalam memerlukan informasi, fakta dan data. Ia selalu
memberikan informasi, inspirasi, dan fakta yang selalu dapat membantu kita menemukan
berbagai keperluan dan memecahkan berbagai persoalan yang kita hadapi.
Itulah buku ia merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Berbagai peradaban besar tumbuh dan berkembang
tidak lain adalah pengaruh dari suatu buku. Buku mampu menggerakan instuisi,
inspirasi dan kreativitas manusia untuk menembus batas-batas belenggu kehidupan.
Orang bisa saja fisiknya dijajah atau dipenjara, namun pikiran dan idenya yang
tertuang dalam buku mampu menggerakkan perubahan besar. Buku mampu menjadi
medium silaturahim, medium transformasi, dan jejaringan sosial yang kemudian mampu
melahirkan sikap, komitmen, dan gerakan untuk melakukan perubahan.
Begitulah pentingnya buku. Oleh karena itu, tidaklah heran jika
buku Lembaran Kerja Siswa (LKS) Bang Maman dan istri simpanan diprotes oleh
para orang tua. Karena isinya, selain tidak sesuai dengan tingkat dan pemahaman
siswa, juga dikhawatirkan akan mempengaruhi cara pikir dan pandang siswa terhadap
sesuatu atau apa yang dibacanya. Konsep atau ide yang dibaca atau dipahami salah
oleh seseorang akan berakibat pada cara pandang dan aplikasinya terhadap konsep
itupun salah. Contohnya, teroris yang sering diidentikkan dengan Islam,
maka sebagian besar orang Barat menganggap Islam adalah sumber teroris.
Padahal, soal kekerasan semua agama memiliki potensi yang sama. Namun, karena pengaruh
buku, informasi, dan berita yang disiarkan secara terus menerus, kemudian mempengaruhi
cara pandang sesorang terhadap apa yang dibacanya.
Demikian juga, pada masa orde Baru banyak buku dan pengarang
yang dilarang terbit atau beredar, karena dikhawatirkan akan menimbulkan
ketidaksamaan persepsi antara pemerintah dengan masyarakat terhadap sesuatu
kasus seperti kasus G-30 S PKI-misalnya. Hal ini dilakukan, karena informasi
yang beredar akan menimbulkan salah persepsi yang kemudian melahirkan
kegonjangan sosial yang berakibat pada disentegritas sosial, bahkan nasional.
Demkianlah, betapa besarnya pengaruh buku terhadap suatu persoalan yang terjadi
atau yang akan terjadi. Ia merupakan sumber inspirasi bagi suatu perubahan dan peradaban.
Namun demikian, buku juga sering kali dianggap sesuatu yang
kurang bermakna. Buku adalah sesuatu yang kurang mendapat tempat dalam hidup dan
kehidupan manusia. Ia hanya dipandang sebagai pelengkap dari sekian peralatan hidup
lainnya. Orang akan lebih tertarik membeli TV, DVD, Laptop, Komputer, ketimbang
membeli buku. Orang tua akan lebih suka membawa anaknya ke supermarket, Mall,
dan tempat rekreasi, ketimbang ke took buku. Dalam perayaan ulang tahun, jarang
sekali orang memberikan hadiah dalam bentuk buku. Apalagi dalam kegiatan acara
mantenan misalnya, orang yang membawa kado dalam bentuk buku dianggap kurang gaul
atau dianggap tidak mengerti akan makna undangan yang dilayangkan.
Begitulah buku dalam kehidupan kita. Ia dianggap penting,
namun perlakuannya kurang selaras dengan arti yang sebenarnya. Buku masih dianggap
kebutuhan tersier, bukan kebutuhan primer. Hal ini bukan saja berlaku bagi
orang awam. Namun juga berlaku bagi para guru, dosen, pelajar, dan kaum birokrat
itu sendiri. Penulis pernah melakukan survey terhadap penggunaan dana
kesejahteraan guru yang diberikan pemerintah kepada para guru di Kabupaten Natuna.
Dalam survey itu, buku merupakan urutan terakhir, daftar barang
atau hal yang akan dibeli. Padahal jelas buku sangat penting bagi seorang guru,
untuk meningkatkan kompetensinya. Namun ia lebih mementingkan TV, Kulkas,
Handphone, Kipas angin, dan sejumlah peralatan yang bersifat konsumtif. Ini merupakan
sikap yang kurang tepat jika dilihat dari profesi seorang guru. Mestinya, ia mementingkan
buku, ketimbang yang lainnya. Para birokrat pun demikian, coba saja perhatikan cara
pandang mereka ketika membicarakan anggaran tentang pustaka sekolah maupun pustaka
umum. Dapat dipastikan bukan menjadi priorotas. Dan coba lihat di Kantor
mereka, para SKPD sangat sulit kita menemukan sarana perpustakaan yang dapat menunjang
kinerja mereka. Padahal mereka punya kewajiban untuk mengelola perpustakaan khusus dilingkungan kerja mereka masing-masing.
Okay, guys!! I hope after you’re
have done read it, Your interest for reading will increasing.
Thanks for your attention, See you..
Created by : Ni Putu Dewi, Edited by : Izati Maftua
Komentar
Posting Komentar