Meningkatkan Peran Serta Remaja Dalam Mengatasi Masalah Kependudukan Di Indonesia
Oleh: Wahyu Wahidah Wahdaniyati
Menghadapi masalah kependudukan
yang semakin krusial di Indonesia, BKKBN memilki cita-cita mewujudkan
pertumbuhan penduduk yang seimbang di tahun 2015. Cita-cita ini terumuskan dalam
visi BKKBN yang sejatinya merupakan semangat yang harus tertanam di semua
sektor dan lapisan masyarakat yang melandasi upaya bersama mengatasi masalah kependudukan
di Indonesia. Indikator tercapainya visi ini yaitu menurunnya angka fertilitas
(TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) sama dengan 1 (satu). Tentu, hal ini menjadi pekerjaan rumah yang berat
mengingat TFR kita berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007
masih berkutat di kisaran 2,3 anak per Wanita Usia Subur (WUS).
Dalam
rangka mencapai visi tersebut, BKKBN melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan
pertumbuhan penduduk yang seimbang. Upaya tersebut terumus dalam misi BKKBN
yaitu mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan
keluarga kecil bahagia sejahtera dengan melakukan penyerasian kebijakan
pengendalian penduduk, penetapan parameter penduduk, peningkatan penyediaan dan
kualitas analisis data dan informasi pengendalian penduduk dalam pembangunan
keluarga berencana dan mendorong stakeholders dan mitra kerja dalam
menyelenggarakan pembangunan keluarga berencana dalam rangka penyiapan
kehidupan keluarga bagi remaja, pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga peserta KB.
Dalam
melaksanakan visi dan misinya, BKKBN membutuhkan peran serta dan dukungan semua sektor untuk mengatasi
masalah kependudukan di Indonesia. Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait
dengan kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. Undang-undang No. 10 tahun
1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera telah
mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan
pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi
pembangunan dan ketahanan nasional. Dalam hubungan ini, maka pengelolaan
kependudukan dan pembangunan keluarga harus mendapatkan perhatian khusus dalam
kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Berdasarkan amanat
Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 diatas, remaja merupakan komponen masyarakat
yang tepat sebagai sasaran target dalam pengendalian kuantitas, peningkatan
kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang
tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Tentu bukan hal yang mudah dan membutuhkan
proses untuk mensinergikan remaja Indonesia agar peduli terhadap masalah kependudukan
di Indonesia. Oleh karena itu perlunya penyebarluasan pendidikan kependudukan
pada remaja dalam rangka meningkatkan kesadaran remaja terhadap masalah
kependudukan harus segera menjadi program pemerintah sebagai upaya peningkatan
kualitas remaja yang diharapkan mampu menjdai agen pembangunan berwawasan
kependudukan.
Permasalahan dan
peran strategis remaja terhadap masalah kependudukan
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Remaja menurut BKKBN adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang
berusia 10-19 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut WHO adalah penduduk
laki-laki atau perempuan yang berusia 15- 24 tahun (BKKBN, 2003).
Jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 233 juta jiwa dan 26,8% atau 63
juta jiwa adalah remaja (SKRRI, 2010).
Dengan
proporsi remaja yang jumlahnya relatif besar, sebenarnya bangsa Indonesia memiliki
sumberdaya manusia yang potensial untuk dididik, diarahkan agar berperan serta
secara aktif dalam menyumbangkan ide, gagasan ataupun aktif dalam kegiatan-kegiatan
yang membantu pemerintah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada
termasuk masalah kependudukan. Meskipun remaja kadang bersifat radikal terhadap
lingkungan disekitarnya, namun remaja
memilki tingkat mobilitas yang tinggi, keingintahuan dan kerjasama yang solid terhadap
sesama dalam mencapai tujuan dan prestasi yang diinginkan.
Remaja
adalah pribadi yang terus berkembang menuju kedewasaan, dan sebagai proses
perkembangan yang berjalan natural, remaja mencoba berbagai perilaku yang
terkadang merupakan perilaku yang berisiko (Smet, 1994). Berdasarkan penelitian SKKRI tahun 2007,
terjadinya peningkatan drastis perilaku beresiko remaja. Pertama, perilaku seks
pranikah remaja cenderung terus meningkat dan kehamilan yang tidak diinginkan
(KTD) juga terjadi pada remaja. Kedua, jumlah kelompok remaja Indonesia yaitu
90% remaja putri dan 85% remaja putra menginginkan pelayanan Keluarga Berencana
(KB) diberikan kepada mereka. Ketiga, Angka ini jauh lebih
besar jika dibandingkan hasil SKRRI 2002 yang hanya 52% remaja perempuan dan
41% remaja laki-laki masing-masing meminta untuk dapat diberikan pelayanan
kontrasepsi. Keempat,
jumlah remaja 15-24 tahun sekitar 42 juta jiwa, berarti sekitar 37 juta jiwa
remaja membutuhkan alkon tidak terpenuhi (unmet need berKB kelompok remaja). Kelima,
Unmet
need ber KB untuk kelompok remaja akan tetapi menjadi unmet need, karena definisi
Keluarga Berencana menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah untuk ”pasangan suami istri sesuai dengan
pilihannya”. Dengan demikian pemberian pelayanan kontrasepsi kepada
remaja bertentangan dengan Undang-undang.
Berdasarkan fakta
diatas, keberadaan remaja yang unmet need KB karena tidak sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang No. 10 tahun 1992, maka tidak selaras dengan arah
sasaran strategis BKKBN dalam mewujudkan penduduk seimbang. Sasaran strategis
BKKBN 2010-2014 berusaha menurunkan kebutuhan ber-KB
tidak terlayani (unmet need) dari 9,1 persen (SDKI 2007) menjadi sekitar
5 persen dari jumlah pasangan usia subur. Tentu, jika mengikuti amanat
Undang-Undang No. 10 tahun 1992, maka keberadaan remaja unmeet need KB menjadi
faktor penghambat dalam mewujdkan penduduk seimbang.
Selain
fakta di atas, hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menyebutkan bahwa saat ini sebanyak 39 persen wanita Indonesia usia produktif
tidak menggunakan alat kontrasepsi dengan sebaran 40 persen di pedesaan dan 37
persen di perkotaan. Berdasarkan presentase tersebut, tentu kita merasa
tergelitik dan mengundang pertanyaan besar, “Mengapa presentase wanita usia
produktif yang tidak mengunakan alat kontrasepsi di pedasaan lebih tinggi
daripada diperkotaan?”. Jika dikaji lebih mendalam, kemungkinan akan dicapai
titik temu sebab akibatnya yang tidak terlepas dari masalah sosial budaya
masyarakat setempat. Kurangnya pengetahuan dan rendahnya pendidikan di
masyarakat pedesaan, menyebabkan masyarakat masih menganggap KB merupakan hal
yang tidak terlalu penting, karena masih ada anggapan “banyak anak banyak
rezeki”. Disinilah pentingnya pendidikan kependudukan di semua sektor. Agar
semua unsur masyarakat memahami setiap kebijakan yang dicangankan pemerintah,
memiliki tujuan positif sebagai upaya mengatasi masalah bersama yaitu masalah kependudukan yang
berdampak terhadap kesejahteraan hidup masyarakat. Berbagai masalah kependudukan di Indonesia
diantaranya kepadatan penduduk yang tidak merata, jumlah penduduk yang tinggi,
tingginya kemiskinan di Indonesia, meningkatnya angka pengangguran menurunkan
kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, berbagai masalah
inilah yang hendaknya disampaikan kepada masyarakat luas terutama remaja bahwa
fenomena tersebut disebabkan karena
masalah kependudkan di Indonesia yang belum teratasi dengan baik.
Pendidikan kependudukan
ini sangat tepat diberikan pada remaja Indonesia, mengingat remaja merupakan
generasi penerus bangsa. Harapan besar kini bertumpu pada remaja Indonesia, untuk memposisikan diri sebagai agent of change, generasi yang mampu
meningkatkan kualitas diri melakukan perubahan di masa yan akan datang dengan
mampu mempromosikan pentingnya pengendalian kuantitas penduduk melalui program
keluarga berencana dan mampu mengarahkan mobilitas remaja agar terarah dengan
baik sebagai upaya peningkatan kualitas remaja sebagai agent of change yang mampu mengentaskan Indonesia dari
permasalahan-permasalah yang menimpa negara Indonesia.
Pentingnya
peran serta remaja dalam mengatasi masalah kependudukan di Indonesia bukan
hanya karena peran strategisnya pada masa mendatang, melainkan juga disebabkan oleh proporsi
penduduk usia muda yang relatif besar dalam struktur umur penduduk. Remaja juga
ikut serta menyumbang permasalahan kependudukan di Indonesia, selain kelompok
remaja unmet need KB, berdasarkan data Susenas (2009), menunjukakan
bahwa remaja usia 15-19 tahun yang berstatus kawin sebesar 3 persen (wanita 5,4
persen dan pria 0,6 persen). Sedangkan remaja usia 20-24 tahun sebesar 16,8
persen (wanita 25,2 persen dan pria 16,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan
dini pada remaja relative besar terutama
wanita.
Pernikahan dini yang terjadi pada remaja
merupakan fenomena yang hendaknya harus dikaji oleh para remaja. Remaja
hendaknya mulia bergerak aktif mempromosikan dan menginformasikan tentang
pentingnya Penyiapan Kehidupan Keluarga Bagi Remaja (PKBR) dan Pendewasaan Usia
Pernikahan (PUP) terhadap teman sebayanya. Peran remaja disini yakni menjadi peer educator bagi remaja lainnya yang
belum mengetahui tentang pentingnya PKBR dan PUP dalam rangka mewujudkan
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (KKBS) yang diharapkan mampu menerapkan fungsi
keluarga dengan baik. Remaja diharapkan mampu membantu upaya mewujudkan penduduk
seimbang yang menjadi cita-cita bersama dengan menurunkan angka pernikahan muda
agar selaras dengan sasaran yang hendak di capai BKKBN yaitu meningkatnya
usia kawin pertama perempuan dari 19,8 tahun (SDKI, 2007) menjadi sekitar 21
tahun. Sasaran yang telah ditarget BKKBN tersebut, tidak akan tercapai tanpa
kerjasama dan kepedulian semua sektor.
Strategi Efektif
dalam meningkatan peran serta remaja dalam mengatasi masalah kependudkan di
Indonesia.
Menurut penulis,
dalam rangka meningkatkan peran serta remaja maka upaya yang dapat dilakukan
yaitu:
1.
Menyelanggarkan KIE
remaja dengan kerjasama lintas sektor
KIE
merupakan upaya preventif sekaligus promotif sebagai bentuk kepedulian
permasalahan kependudukan di Indonesia. Dalam hal ini, BKKBN melakukan
kerjasama lintas sektor baik dengan
instansi pendidikan maupun instansi non pendidikan dengan mengadakan
kegiatan-kegiatan, konseling, kelompok diskusi atau seminar-seminar yang mengarahkan
remaja untuk peduli terhadap kependudukan. Dalam hal ini, BKKBN melakukan
pendekatan melalui dua jalur yaitu:
a. Institusi
pendidikan
Institusi pendidikan yang dimaksud dalam
hal ini yaitu institusi sekolah dengan sasaran remaja yaitu usia sekolah SMP,
SMA maupun perguruan tinggi. Dalam penyelenggaraan KIE ini, BKKBN dapat
bekerjasama dengan jajaran sekolah-sekolah dilingkup wilayahnya dengan
memanfaatkan moment penting misalnya hari kebangkitan nasional, hari
pendidikan, dies natalis sekolah dan
hari-hari lain yang dianggap bersejarah terutama bagi kemajuan pendidikan.
b. Institusi
non pendidikan
Institusi non
pendidikan yang dimaksud dalam hal ini yaitu, organisasi, perkumpulan, atau
grup-grup hobi remaja seperti klub pecinta alam, klub lingkar pena, klub bikers, klub pecinta motor vespa dan
klub-klub lain diluar institusi formal
yang banyak melibatkan remaja. KIE ini diselenggarakan bersamaan dengan
kegiatan mereka. Sehingga KIE merupakan suatu komponen acara kegiatan para
remaja. Maka diharapkan penyampaian informasi ini dapat menarik kepedulian remaja
untuk tanggap terhadap masalah kependudukan di Indonesia dapat tersampaikan dengan
baik.
2. Pembentukan
forum remaja peduli kependudukan tiap kabupaten berada dibawah bimbingan BKKBN daerah.
Forum
remaja peduli kependudukan diharapkan mampu mengkoordinir kegiatan-kegiaatan
remaja yang diharapkan memiliki kemampuan mentransmisikan pengetahuan mereka
tentang kependudukan terhadap teman sebaya dan remaja secara luas. Forum ini
merupakan tim koordinator utama kegiatan remaja dalam lingkup wilayahnya,
dibawah bimbingan dan naungan BKKBN daerah. Kegiatan forum ini bersifat intern dan
ekstern. Kegiatan intern berupa
pembentukan struktur kepengurusan forum, kegiatan diskusi tim, pelatihan
peer
educator peduli kependudukan secara internal dalam tim, pelatihan public
speaking dan peningkatan pengetahuan kependudukan yang di bimbing secara
langsung oleh BKKBN. Kegiatan ekstern yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan
akbar atau lintas daerah yang melibatkan remaja dalam rangka meningkatkan
kepedulian terhadap masalah kependudukan di Indonesia. Serta mengadakan
kegiatan penelitian dan pengembangan terhadap berbagai permasalahan remaja dan solusinya
terutama yang berdampak pada meningkatanya masalah kependudukan di Indonesia.
Sehingga dengan adanya penelitian dan pengembangan forum remaja peduli
kependudukan dapat mengembangkan gagasan untuk menghadapi berbagai problematika
remaja yang harus dipecahkan bersama dalam forum tersebut.
3. Advokasi tokoh masyarakat dan kerjasama lintas
sektor
Advokasi
ini bertujuan mendapatkan dukungan tokoh masyarat, tokoh agama, maupun aparat
pemerintah, sehingga dengan adanya advokasi ini diharapkan kegiatan-kegiatan remaja dapat berlangsung dengan
baik dan lancar. Selain itu, kerjasama ini juga dapat menarik simpati
masyarakat terhadap kegiatan remaja, dengan demikian para remaja mendapat
dukungan besar dari masyarakat sekitarnya.
4.Pembentukan
PIK R di setiap institusi pendidikan ataupun desa dengan sasaran anggota remaja.
PIK
Remaja adalah suatu wadah kegiatan program PKBR (Penyiapan Kehidupan Keluarga
Bagi Remaja) yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan
pelayanan, informasi dan konseling kegiatan kesehatan reproduksi remaja serta
penyiapan kehidupan berkeluarga. Tentu, hal ini selaras dengan misi BKKBN
dalam mencapai visi penduduk seimbang
yaitu dengan dengan menjalin mitra kerja dalam menyelenggarakan pembangunan
keluarga berencana dalam rangka penyiapan kehidupan keluarga bagi remaja serta
pemenuhan hak-hak reproduksi.
Pada remaja terjadi 5 transisi kehidupan yang terjadi yaitu melanjutkan sekolah (countinue learning), mencari pekerjaan
(start working), memulai kehidupan berkeluarga (form families), menjadi anggota
masyarakat (exercise citizen ship) dan mempraktikan kehidupan sehat (practice
healthy life). PKBR yang ada di PIK R, merupakan upaya mempraktikan kehidupan
sehat (practice healthy life). Praktik hidup sehat remaja yaitu dengan
terhindarnya remaja dari resiko TRIAD KRR (seksualitas, NAPZA, HIV dan AIDS).
TRIAD KRR merupakan materi utama yang akan diperoleh remaja di
PIK R, selain itu, PIK R juga menyajikan materi tentang Pendewasaan Usia
Pernikahan (PUP) sehingga di harapkan remaja telah terdidik dengan matang untuk
mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (KKBS) yang mampu melaksanakan
fungsi keluarga secara optimal. Dengan adanya PIK R di setiap institusi pendidikan
diharapkan bahwa semua peserta didik sekolah dapat memperoleh akses informasi mengenai
PKBR dan PUP serta TRIAD KRR yang memilki resiko bagi kehidupan remaja.
5. Di
selenggarakannya kegiatan-kegiatan yang meningkatkan pemahaman dan kemampuan
remaja terhadap masalah kependudukan sebagai kegiatan monetering dan evaluasi gerakan
remaja peduli kependudukan.
Kegiatan-kegiatan
yang dimaksud adalah kegiatan lomba, pameran, cerdas cermat, pidato serta debat
mengenai kependudukan. Kegiatan ini diharapkan mampu memonitoring dan
mengevaluasi sejauh mana kegiatan-kegiatan gerakan remaja peduli
kependudukan mempromosikan, mengetahui
tingkat pengetahuan dan pemahaman remaja berkaitan dengan kependudukan.
Bagus maju terus dan tetap semangat...
BalasHapusBagus maju terus dan tetap semangat...
BalasHapus